“SEX SELLS!”, begitu kata dosen saya di jurusan periklanan beberapa tahun silam. Dengan suguhan “sugestif” di media, konsep cinta yang awalnya indah diacak-acak menjadi dangkal dan sebatas nafsu. Hari demi hari pun, dunia mengajarkan pada kita untuk lebih mencintai diri sendiri dan menggunakan orang lain untuk kepentingan atau keuntungan kita.
Menurut kamu, apa sih bedanya love dan lust?
Okay… love itu cinta dan lust itu nafsu. Pada prakteknya sulit ngak untuk membedakan keduanya? Jika iya, saya mau share unsur pembeda yang utama, yaitu ciri lust itu mengambil bagi keuntungan atau kenikmatan pribadi saja tetapi love itu memberi untuk kepentingan orang lain. Lust sees you as an object, yang artinya saya memperlakukan pasangan atau pacar semau saya (seperti objek), selama itu menguntungkan maka saya akan melakukannya, jadi fokus ada di “saya”. Di lain pihak, love sees you as a person. Love memampukan saya untuk memanusiakan orang lain, setiap sikap yang saya perbuat mengutamakan kepentingannya di atas keinginan (hasrat) saya sehingga fokus dari love adalah “dia”.
Theology of the Body atau teologi tubuh dari Santo Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa tubuh manusia memiliki karakterisasi perkawinan, atau yang biasa disebut dengan istilah arti nupsial perkawinan (nuptial meaning of the body) yang memiliki empat ciri, yaitu “free, total, faithful dan fruitful.” Free atau bebas, artinya saya mencintai tanpa tekanan atau pressure dari orang lain atau kondisi sekitar, sebuah pilihan bebas, tidak ada orang yang bisa memaksakan keinginannya atas pilihan kita untuk mencintai. Total, artinya memberikan diri kita sepenuhnya tanpa halangan apapun, dalam konteks hubungan suami dan istri, tanpa dibatasi oleh apa pun dan siapa pun. Faithful adalah kepercayaan dan kesetiaan satu dengan yang lain, sampai hanya maut yang memisahkan. Ciri yang terakhir, fruitful adalah sikap hati yang terbuka terhadap kehidupan baru , dalam hal ini adalah keturunan. Ke empat ciri itu memiliki nilai-nilai yang Indah, bukan?
Saya pernah merasa dicintai oleh seorang teman yang penuh dengan love. Dia adalah pribadi yang ceria, penuh energi dan perhatian. Suatu kali dia main ke rumah saya dan kami bertanya kabar , saya menjawab “baik-baik saja”. Tapi saat itu dia terdiam sejenak, menutup laptopnya dan bertanya, “Apa kamu benar-benar baik saja?”. Pertanyaan ini mengagetkan saya. Bukan kah sering kali kamu merasa sangat jarang ketemu seseorang yang benar-benar care dan mau mendengarkan keluh kesahmu? Secara nyata, saya bisa melihat ada kebahagiaan yang penuh pada teman saya ini, yang adalah hasil dari relasi pribadinya dengan Tuhan. Kasih Tuhan itulah yang membuat dia bisa membagikan love kepada saya. Apakah kamu tahu bahwa jauh lebih mudah untuk membagikan cinta ketika hati kita sendiri penuh akan cinta Tuhan? Kehadiran teman saya ini, yang mau menghabiskan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah saya adalah bentuk sebuah pemberian diri. Kehadirannya dan perhatian yang dia berikan adalah wujud love untuk saya. Dia hadir bukan untuk mengambil keuntungan dari saya, melainkan untuk memberikan wujud kasihnya pada saya. Marilah kita terus mendekatkan diri kepada Tuhan, karena dari Dialah, hati kita bisa terpenuhi oleh cinta.
Kontributor: Angela Kurniawan, alumni Adorable Eve 2016
Comments