Menurut elo, cinta itu apa? Seringkali kita menggunakan kata “cinta”. Cinta bangsa dan negara, cinta pekerjaan kita, cinta terhadap teman terdekat, cinta orang tua, cinta anak, cinta sesama, dan cinta kepada Tuhan. Di Kitab Suci, kasih digambarkan sempurna banget, kayak yang di 1 Korintus 13.
“Kasih itu sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”
Baca definisi kasih kayak begini rasanya sempurna banget, sampai berasa susah direalisasikan. Namun, demi bisa mengasihi kayak gitu, gue berusaha hafalin satu persatu definisi “kasih” yang ada di Alkitab agar mudah direalisasikan. Namun, pertanyaan selanjutnya, kalau kasih itu sabar, sampai seberapa sabarnya, ya? Apakah kesabaran yang dimaksud dengan mengampuni 7 x 70 kali alias tiada batas? Secara manusiawi, gue nggak sanggup, apalagi membayangkan Yesus mengatakan di hari terakhirnya: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”
Sampai akhirnya, suatu hari gue menemukan cara simple penerapan pengertian dan tentang kasih dalam Theology of The Body.
Selama ini, ada banyak tindakan yang kita kira kasih, padahal bukan. Kita nggak ngeh kalau motivasi atau tindakan kita bukanlah kasih, tapi berasal dari nafsu dan keinginan kita yang tidak teratur. Manusia yang awalnya diciptakan baik, tetapi karena kejatuhannya dalam dosa, keegoisan muncul di dalam dirinya. Masalah pun mulai timbul, sampai ke hubungan kita dengan orang-orang lain di sekitar kita. Nggak heran, pasangan banyak yang ribut dan bubar.
Pengen tahu lebih lanjut tentang pengertian cinta yang sesungguhnya? Apa tandanya kalau kita lagi mengasihi dan bukan lagi nafsu? Gimana bisa mengembalikan cinta yang sejati menurut iman Katolik dan Teologi Tubuh?
Oleh: Tinna Tanius
Komentarze