Ada dua cewek, namanya Sarang dan Lagneia. Mereka bersahabat sejak masih balita. Keduanya tidak terpisahkan, kemana-mana selalu berdua, bahkan waktu mereka masuk usia kerja, mereka memilih di perusahaan yang sama. Namun demikian, ada satu hal yang membedakan di antara mereka berdua, yaitu pandangan mereka dalam menjalin relasi dengan lawan jenis. Sarang adalah tipe cewek yang selalu mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum memulai suatu hubungan, Lagneia adalah tipe cewek yang menjalin hubungan tanpa pertimbangan yang lebih jauh, moto hidup Lagneia, singkatnya, adalah “yang penting gue enggak jomblo”. Perbedaan pola pikir ini semakin jelas terlihat ketika keduanya menginjak usia dua puluh lima tahun. Lagneia mulai menunjukkan sikap ingin segera menikah karena tidak ingin dianggap sebagai perawan tua, sedangkan Sarang masih tenang-tenang saja meskipun usianya sudah seperempat abad, tak jarang mereka membahas perihal pernikahan ini ketika sedang hang out bareng.
“Sar, gue mo curhat nih ama elo. Masa iya…cowok gue belom lamar-lamar gue juga, padahal tiap kali kita ketemu, gue udah pancing dia biar melamar gue, gue selalu minta diajak ke tempat-tempat yang romantic,tempat-tempat terkenal dimana orang-orang sering ngelamar pasangannya di situ, tapi kayaknya dia nggak ngerti kode yang gue kasih gitu, sebel deh,” ujar Lagneia dengan sikap bete.
“Ya…terus, elo maunya gimana, Nei? Kenapa enggak elo aja yang lamar dia?” tanya Sarang dengan santai.
“Iih… gengsi dong kalo cewek yang ngelamar cowoknya duluan, dimana-mana juga cowok yang ngelamar, mana ada cewek yang ngelamar. Apa kata dunia kalo gue yang ngelamar cowok gue? ” tangan Lagneia terangkat ke atas. “Jadi gimana ya Sar, biar cowok gue ngelamar gue ?”
“Mana gue tau, Nei. Lagian elo kenapa sih, buru-buru banget pengen married? Kita kan baru dua puluh lima tahun. Masih muda!” tangan Sarang pun terangkat meniru gaya Lagnesia.
“Oh My God, Sar! Dua puluh lima taon itu elo bilang masih muda, enggak salah !? Bentar lagi kita udah bisa disebut perawan tua kalo enggak cepet-cepet married, elo tahu enggak sih? Emangnya elo enggak kepengen married gitu?” semprot Lagneia.
“Ya…kalo dibilang kepengen married ato enggak, ya gue juga kepengen married. Tapi gue mau saat memutuskan untuk married, gue married untuk alasan yang tepat, gue mau jadi satu-satunya buat pasangan gue, gue kepengen jadi penolong yang sepadan buat dia.” seru Sarang dengan suara mantap.
“Eh…buset, berat amat jawaban lo, bu… Udah deh, yuk kita jalan lagi mumpung masih sore. Mari kita shopping!” ujar Lagneia menarik tangan Sarang dari sofa.
(oleh Lucia Wahyuni, alumni Basic Program 2016)
Kommentare