Waktu terus berjalan dan berlalu, Sarang dan Lagneia akhirnya menikah dengan pasangan masing-masing. Ketika masa honeymoon period keduanya selesai, mulailah masuk segala dinamika dalam berumah tangga. Pertengkaran-pertengkaran kecil pun tak terelakan dalam rumah tangga mereka masing-masing. Namun demikian, baik Sarang maupun Lagniea masih menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama, mereka masih sering ketemu dan menghabiskan waktu bersama.
Suatu hari saat mereka sedang hang-out lagi, Lagneia membuat suatu pernyataan yang mengejutkan. “Sar, kayaknya gue mau minta cerai deh sama laki gue. Gue udah enggak tahan, kerjaan kita berantem melulu. Capek gue,” ujar Lagneia menjelaskan. “Loh… elo enggak salah, Nei? Dalam iman kita kan enggak dibolehin untuk cerai,” jawab Sarang kaget.
“Ya… abis gimana Sar, gue bener-bener enggak tahan. Laki gue resek banget. Dia beda banget sama pas waktu kita pacaran. Waktu pacaran dia gentle banget, enggak ngekang gue, sekarang boro-boro gue mau ke mana-mana juga harus dikawal sama dia.” seru Lagnesia dengan setengah emosi.
“Lah… itu kan tandanya suami sayang sama elo, Nei. Laki gue juga sama, gue kalo mau kemana-mana pasti dianter sama dia. Gue mah fine-fine aja tuh, biarpun kadang bete juga sih.”
“Tapi laki gue ini parah banget, Sar, dia itu berubah 180 derajat dari waktu kita masih pacaran, gue nyesel pokoknya married sama dia,” lanjut Lagneia dengan suara mulai terisak.
“Ya udah… sekarang elo tenangin pikiran dulu, berhubung nasi kan udah jadi bubur, sekarang lebih baik elo introspeksi diri, apa sih alasan elo ambil keputusan buat married sama dia, gue pasti akan bantu.” ucap Sarang berusaha menenangkan.
“Hmmm… alasan gue married sama dia, ya karena gue enggak kepengen jadi perawan tua, gue takut sama gosip orang-orang di sekeliling gue, gue terganggu sama pertanyaan-pertanyaan mereka soal kapan married. So, gue married deh sama laki gue.”
“Nah… di situlah kesalahan elo, Nei. Elo ambil keputusan married itu didesak karena omongan orang-orang di sekeliling ketimbang melihat ke dalam hati elo sendiri, inget kan omongan gue dulu? Soal kenapa gue enggak kepengen terlalu keburu-buru untuk married?”
“Menurut gue, sekarang elo belum terlalu terlambat kok untuk kembali mengulang semuanya." ucap Sarang sambil memandang tajam ke mata sahabatnya. Kebetulan kalo gue dapat info, TOBIT (Theology of The Body Insight) bakal ngadain event yang temanya : Be the One and Only“, dulu gue sama laki gue memutuskan buat married setelah kita ikutan salah satu acaranya kerasulan Domus Cordis ini”. ujar Sarang sambil mengeluarkan sebuah flyer berwarna hitam keunguan dan memberikannya pada Lagneia. “Infonya lengkap kok di situ, elo sama suami bisa daftar via online juga. Acaranya tanggal 24 Juni ini, dari jam 10.00 sampai jam 12.00 di Domus Cordis Center, Wisma Argo Manunggal, Lantai LG-01. Gue jamin, elo enggak bakal nyesel” tegas Sarang.
Lagneia memandangi flyer itu, lalu dengan lirih berkata, “Oke deh, gue coba ajak laki gue ikutan acara ini, doain ya, moga-moga gue ama dia dapet pencerahan setelah ikut acara ini. Thanks banget ya, Sar, Elo udah jadi sahabat yang setia buat gue, terutama waktu gue ngalamin hal-hal yang nggak enak”
“Sama-sama, Nei. Elo juga sahabat yang baik dan setia buat gue!” ujar Sarang sambil tersenyum menatap mata sahabatnya itu. Mereka pun berpelukan.
(oleh Lucia Wahyuni, Alumni Basic Program 2016)
Comments