Saat perasaan kita terluka, balas dendam terdengar sah-sah saja dan layak dilakukan. Kita merasa perlu memastikan orang yang melukai kita tahu betapa sakitnya luka yang kita rasakan. Kita merasa punya keharusan untuk memberitahukan seluruh dunia bahwa orang-orang tersebut telah melukai kita; kita mulai menyebarkannya lewat gosip maupun lewat status-status media sosial. Kita juga merasa bahwa benar, ada orang jahat di dunia ini, yaitu mereka.
Memang, dilukai sangat sakit rasanya: difitnah, diremehkan, ditolak, dihina, dicaci maki, dibohongi, dikhianati, dilecehkan, dipermalukan di depan orang banyak, dicurigai, diabaikan, ditinggalkan, dan lain sebagainya. Namun, hati-hati, luka yang terus dipendam dan tidak rela untuk disembuhkan, akan merusak kebahagiaan yang seharusnya kita miliki dalam hidup ini. Tidak terasa, setiap hari energi kita akan terkuras untuk membenci dan terus membenci. Luka yang tadinya bisa pulih, menjadi infeksi dan menggerogoti hidup kita. Sampai pada titik ini, kita cenderung kehilangan semangat hidup, mencari pelarian yang tidak sehat, hingga akhirnya jatuh ke dalam dosa.
Kebencian mengambil kasih dan damai dalam hati kita. Kebencian membuat kita jauh dari Tuhan. Kebencian juga dapat membuat kita menderita, baik sakit mental maupun fisik. Hal ini tentu saja tidak diinginkan oleh Tuhan karena Dia menciptakan kita baik adanya.
Jika kamu ingin sembuh dari sakitnya luka dan lelahnya membenci, berikut ini ada 4 langkah sederhana untuk mengampuni yang bisa kamu lakukan. Langkah-langkah ini diambil dan diadaptasi dari pengalaman nyata Erin Dooley, pembuat film dokumenter ‘A Way to Forgiveness, Healing on the Camino de Santiago’ saat suaminya meninggalkannya setelah 12 tahun usia perkawinan mereka.
Buatlah keputusan untuk mengampuni
Mengampuni bukanlah reaksi spontan dari rasa sakit. Mengampuni adalah pilihan dan pilihan itu ada di tanganmu. Jika luka hatimu masih baru, mungkin sedikitpun belum terbesit dalam pikiranmu untuk mengampuninya. Tidak apa-apa jika sekarang kamu belum bisa mengampuni. Yang terpenting, ambillah langkah pertama, yaitu buatlah keputusan untuk mengampuni. Langkah pertama ini akan memudahkanmu untuk melangkah maju dan bangkit nantinya.
Berserah
Mungkin kamu ingin mendengar kata “maaf” dari orang yang melukaimu atau kamu ingin mereka menderita akibat perbuatannya. Namun, jangankan mereka meminta maaf, merasa bersalah pun mungkin tidak. Di titik ini, kamu harus melepaskan harapanmu itu karena kamu tidak bisa mengendalikan orang lain dan situasi. Satu-satunya yang bisa kamu kendalikan adalah dirimu sendiri. Penyerahan terbesar adalah menyerahkan seluruh keadaanmu pada Tuhan dan memohon Tuhan untuk melepaskan rasa sakitmu. Panggilan kita sebagai orang Kristiani adalah untuk mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali, tetapi Yesus tidak meminta kita melakukannya dengan kekuatan kita sendiri. Hanya dengan rahmat-Nya kita mampu melalui rasa sakitnya luka dan menjadi sembuh. Datanglah pada Yesus dalam doamu setiap hari, baik itu doa pribadi di rumah atau duduk hening di depan Sakramen Mahakudus.
Berikan waktu untuk dirimu
Mungkin kamu merasa berat mendengar fakta bahwa beberapa hal membutuhkan waktu. Dalam hal ini, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan selain bersabar. Waktu dapat memberikan kamu kesempatan untuk merefleksikan diri dan dipulihkan Tuhan dari rasa sakit. Pengampunan bukanlah hal yang mudah dan terjadi dengan instan. Jangan terburu-buru dan rangkullah rasa sakitmu.
Ulangi prosesnya
Pengampunan bukanlah tujuan, melainkan sebuah perjalanan. Kamu tidak mengampuni seseorang hanya satu kali, tetapi kamu mengampuninya setiap hari sampai akhir hidupmu. Mungkin suatu hari orang tersebut akan bertemu lagi denganmu. Mungkin masa lalu menyakitkan tentangnya akan kembali muncul dalam ingatanmu. Meskipun begitu, kamu harus terus hidup dalam pengampunan. Kamu harus terus berserah dan membiarkan waktu menyembuhkanmu. Tentunya, itu terjadi menurut waktu Tuhan, bukan waktu kita.
Merelakan hatimu mengampuni mereka yang telah menyakitimu adalah hal yang berat. Kamu mungkin akan sering menangis dan berdiam diri, tetapi tetaplah bertahan dan berjuang untuk mengampuni. Seberat-beratnya mengampuni, itu lebih baik daripada hidup dalam kemarahan dan kebencian seumur hidupmu. Kamu berhak hidup dengan hati yang tenang dan damai; kamu berhak untuk bahagia.
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Matius 18:21-22).
Tim Penulis Teologi Tubuh
Comentarios