Percabulan adalah dosa. Gereja mengajarkan demikian dan saya yakin semua setuju. Bahkan Yesus bersabda, bila kita mengingini seorang perempuan atau laki-laki dalam hati saja, kita sudah berbuat zinah dalam pikiran (bdk. Mat 5:28). Lalu, kita mungkin bertanya: lalu bagaimana dengan hasrat seksualku?
Admit it : We have sexual desire.
“Saya cuma manusia biasa. Saya seorang Kristiani yang taat. Tapi… bagaimana pun, saya akui saya juga memiliki dorongan seksual.”
Mungkin kita pernah berpikir bahwa dorongan seksual adalah dosa. Bila muncul pikiran soal seks, mungkin kita cenderung berkata pada diri kita, “Don’t think about sex! Don’t think about sex! Lupakan itu!” Kita cenderung menahan hasrat seksual kita. Bagi yang belum menikah, kita tahu bahwa belum waktunya untuk melakukan hubungan seks. Lalu kita berpikir bahwa untuk menjadi seorang yang baik, yang kudus, yang suci, kita harus melupakan seks.
Marilah kita buang semua pikiran lama yang seperti itu dan mulai lah mengakui bahwa kita memiliki keinginan seksual. Siapa pun kita, baik laki-laki atau perempuan, religius maupun awam, seorang pelayan Tuhan maupun umat biasa, kita semua adalah manusia biasa yang pastinya memiliki keinginan seksual. Kabar gembiranya adalah seksualitas kita merupakan suatu "GIFT" atau karunia dari Tuhan. Dan dorongan seksual bukanlah dosa. Sebab seksualitas manusia diciptakan oleh Tuhan juga. Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu yang buruk. Dengan adanya seks, maka suatu kehidupan baru dapat muncul. Tuhan menciptakan manusia dan Ia berkata, “Sungguh, amat sangat baik!” (bdk. Kej 1:31). Tuhan juga berkata demikian terhadap seksualitas kita sebagai manusia.
Dalam menghadapi dorongan seksual kita, terdapat dua jenis pandangan, yaitu :
I. Abstinence Di sekolah mau pun dalam keluarga, bila muncul pertanyaan mengenai seks, mungkin guru dan orang tuakita akan berkata, "Itu hanya untuk mereka yang sudah menikah.” atau “tidak boleh dilakukan sebelum married!” Apa yang guru dan orang tua katakan adalah mengajarkan anak-anaknya tentang abstinence. Jika kita lihat di kamus, abstinence artinya menahan nafsu. Seperti halnya ketika kita sedang berpuasa di masa pra paskah. Kita menahan nafsu untuk tidak makan. Ketika kita berpantang, kita menahan nafsu untuk makan makanan kesukaan kita. Bila abstinence ini diterapkan terhadap dorongan seksual, seseorang tidak akan sepenuhnya bebas dari dorongan seksualnya. Yang terjadi adalah ia menahan, menahan dan menahan hasrat seksualnya. Dampak dari penahanan terhadap dorongan seksual tersebut dapat dimanifestasikan dalam bentuk -bentuk pelampiasan seksual lainnya, seperti ketergantungan atau keterikatan pada pornografi dan masturbasi, bila dia belum menikah. Dan, bila seseorang memutuskan untuk masuk dalam gaya hidup kebebasan untuk melakukan hubungan seksual, segala dorongan yang terpendam itu akan BOOOM meledak. Dorongan seksualnya menjadi tidak murni.
Oleh Monica, Alumni Intermediate Program 2016 Sumber: TOB for Teens Leadership Training video chapter 2
Comments